Makalah tentang Korupsi di bawah ini mudah mudahan sedikit bisa membantu anda dalam menyelesaikan tugas mata pelajaran PKN di sekolah anda, simak apa saja yang terkandung dalam makalah di bawah ini :
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sering kita
mendengar kata yang satu ini, yaitu “KORUPSI”, Apa itu korupsi ? , korupsi ada disekeliling kita,
mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi biasa terjadi dirumah,
sekolah, masyarakat, maupun diinstansi tertinggi dan dalam pemerintahan. Mereka
yang melakukan korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Hal
ini sangat mengkhawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi
dibangun dari korupsi, maka korupsi akan dapat merusaknya.
Dari kenyataan diatas dapat ditarik dua kemungkinan melakukan korupsi, yaitu ;
Metode yang digunakan oleh
pendidik belum sesuai dengan kenyataannya, sehingga pelajaran yang diajarkan
tidak dapat dicerna secara optimal oleh anak didik.
Kita sering menganggap remeh bahkan malas untuk mempelajari hal ini , karena kurangnya motivasi pada diri sendiri, sehingga sering sekali berasumsi “untuk apa mempelajari “ padahal itu sangat penting untuk diketahui agar tahu hak dan kewajiban kita untuk Negara ini.
Kita sering menganggap remeh bahkan malas untuk mempelajari hal ini , karena kurangnya motivasi pada diri sendiri, sehingga sering sekali berasumsi “untuk apa mempelajari “ padahal itu sangat penting untuk diketahui agar tahu hak dan kewajiban kita untuk Negara ini.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian korupsi.
2. Untuk
mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
3. Untuk
mengetahui macam-macam dari korupsi.
4. Untuk
mengetahui dampak adanya korupsi.
5. Untuk
mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Korupsi secara Teoritis
Kata
Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang
artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr.
Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang
dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.
Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang
menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku
menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat
disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan
masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang
mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur bahasa dan cara
penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama.
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan
salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap
sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan
formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya
diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya
penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai
demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak
saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang
pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari
seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang
menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya
atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi
dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian,
jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku
pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif
Memperhatikan Undang-undang
nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka tindak Pidana
Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif,
Adapun yang dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
·
Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
·
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat
merugikan keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999)
·
Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan
atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
·
Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat
untuk melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
·
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
pegawai negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5
ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
·
Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau
Penyelenggara negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5
ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
·
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim
dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
·
Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu
membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau
barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
·
Setiap orang yang bertugas mengawasi
pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)
·
Setiap orang yang pada waktu menyerahkan
barang keperluan Tentara nasional Indonesia atau Kepolisian negara Reublik
Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara
dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
·
Setiap orang yang bertugas mengawasi
penyerahan barang keperluan Tentara nasional indpnesia atau Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001)
·
Pegawai negeri atau selain pegawai negeri
yyang di tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau
untuk sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau
surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu
dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
·
Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri
yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau
sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus
pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
·
Pegawai negeri atau orang selain Pegawai
Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus
atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan
menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat atau
daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang lain
menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
·
Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang
:
Dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau
menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada
pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut
mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan mrupakan
hutang (huruf f)
Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan
barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal
tersebut bukan merupakan hutang (huruf g)
Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya
terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah
merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau baik langsung maupun
tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau
persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i)
·
Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan
atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai
berikut :
·
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2)
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
·
Hakim atau advokat yang menerima pemberian
atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili atau untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung
dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat
(2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
·
Orang yang menerima penyerahan bahan atau
keparluan tentara nasional indonesia, atau kepolisisan negara republik
indonesia yang mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2)
Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
·
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
·
Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12
huruf c Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
·
Advokat yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara
yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang
nomor 20 tahun 2001)
·
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya
dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20
tahun 2001).
BAB III
ANALISIS
Peraturan-peraturan tentang
pemberantasan korupsi silih berganti, selalu orang yang belakangan yang
memperbaiki dan menambahkan, namun korupsi dalam segala bentknya dirasakan
masih tetap mengganas. Istilah korupsi sebagai istilah hokum dan member batsan
pengertian korupsi adalah perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan
perekonomian Negara atau daerah atau badan hokum lain yang mempergunakan modal
dan/atau kelonggaran yang lain dari masyarakat, sebagai bentuk khusus daripada
perbuatan korupsi. Oleh karena itu,
Negara memandang bahwa perbuatan atau
tindak pidana korupsi telah masuk dan menjadi suatu perbuatan pidana korupsi
yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan Negara
dan daerah, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social dan
ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu
digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar
biasa.
Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga)
pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
·
Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan
korupsi terjadi,
·
Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi
terjadi,
·
Pendekatan pada posisi setelah perbuatan
korupsi terjadi.
Dari
tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan
memberantas korupsi yang tepat yaitu:
1. Strategi Preventif.
Strategi ini harus
dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab
timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya
preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu
dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya
ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu
mencegah adanya korupsi.
2. Strategi Deduktif.
Strategi ini harus
dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan
korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat
ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang
harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai
aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan
korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu
hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
3. Strategi Represif.
Strategi ini harus
dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum
yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji
untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan
tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinyaharus
dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat
dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan.
Adapula strategi
pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :
Gerakan “Masyarakat
Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya
tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti
korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu
bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya
koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi.
Selama ini pemberantasan
korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja
tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat
ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral
agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
Gerakan “Pembersihan”
yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang
bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang
tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial
untuk menegakkan hukum dan keadilan.
Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi
sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows
strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada
terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing
dalam struktur organisasi tersebut.
Gerakan “Moral” yang
secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar
bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan
moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat
menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima,
mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi.
Langkah ini antara lain dapat
dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan
masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun
peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
Gerakan
“Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam
pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan
orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada
pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada
mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena
korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang
melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan
Negara mengeluarkan 3
produk hukum tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu: UU No 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dan UU No 28 Tahun 1999 tentang enyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Kesimpulan dari ketiga UU
yang menyangkut pemberantasan tindak pidana korupsi ini merupakan lex
specialis generalis. Materi substansi yang terkandung didalamnya antara
lain :
·
Memperkaya diri/orang lain secara melawan
hokum (Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999). Jadi, pelaku tindak pidana
korupsi tersebut adalah setiap orang baik yang berstatus PNS atau No-PNS serta
korporasi yang dapat berbentuk badan hokum atau perkumpulan.
·
Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau korporasi.
·
Dapat merugikan keuangan Negara atau
perekonomian Negara.
·
Adanya oenyakahgunaan kewenangan, kesempatan
atau sarana (Pasal 3 UU N0.31 Tahun 1999).
·
Menyuap PNS atau Penyelenggara Negara (Pasal
5 UU No.20 Tahun 2001).
·
Perbuatan curang (Pasal 7 UU No. 20 Tahun
2001).
·
Penggelapan dalam jabatan (Pasal 6 UU No. 20
Tahun 2001).
Oleh karena itu, keberadaan
produk regulasi yang diberikan Negara untuk
menyelamatkan keuangan Negara dari perilaku
korupsi, sangatlah dituntu kepada para aparat penegak hokum lainnya untuk
semkasimal mungkin dapat memahami rumusan delik yang terkait dan menyebar di
setiap pasal yang ada agar tepat dalam menerapkan kepadapara pelaku.selain itu
juga diperlukan strategi pemberantasan korupsi yang sangat jitu dan
tepat.
Penerapan sangsi normatif
mengenai korupsi kepada para pelakunya tidakakan bermanfaat dan bernilai
penyesalan bilamana tidak diikutkan juga beberapa strategi. Ada 3 hal yang
harus dilakukan guna mengurangi sifat dan perilaku masyarakat untuk korupsi,
anatara lain;
(1) menaikkan gaji pegawai
rendah dan menengah,
(2) menaikkan moral pegawai
tinggi, serta
(3) legislasi pungutan liar
menjadi pendapat resmi atau legal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak
perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau
perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek.
Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan
uang Negara untuk kepentingannya.
Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan
kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan
rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia,
serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu
bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang
diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya
ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil
Itulah sedikit ulasan makalah tentang korupsi yang meliputi pengertian korupsi dan masalah korupsi di indonesia.
Jika anda sedang mencari Kata Pengantar makalah PKN anda bisa juga buka pada link aktif berikut ini :
Kata pengantar makalah PKN >>
Jika anda sedang mencari Kata Pengantar makalah PKN anda bisa juga buka pada link aktif berikut ini :
Kata pengantar makalah PKN >>