MAKALAH TENTANG ANGKLUNG
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Angklung adalah sebuah alat atau
waditra kesenian yang terbuat dari bambu khusus, yang ditemukan oleh Bapak
Daeng Sutigna sekitar tahun 1938. Ketika awal penggunaannya angklung masih
sebatas kepentingan kesenian lokal atau tradisional. Namun karena bunyi-bunyian
yang ditimbulkannya sangat merdu dan juga memiliki kandungan lokal dan
internasional seperti bunyi yang bertangga nada duremi fa so la si du dan
daminatilada, maka angklung pun cepat berkembang, tidak saja dipertunjukan
lokal tapi juga dipertunjukan regional, nasional dan internasional. Bahkan
konon khabarnya pertunjukan angklung pernah digelar dihadapan Para pemimpin
Negara pada Konferensi Asia Afika di Gedung Merdeka Bandung tahun 1955.
Jumlah pemain angklung bisa dimainkan
oleh sampai 50 orang, bahkan sampai 100 orang dan dapat dipadukan dengan alat
musik lainnya seperti; piano, organ, gitar, drum, dan lain-lain. Selain sebagai
alat kesenian, angklung juga bisa digunakan sebagai suvenir atau buah tangan
setelah dihiasi berbagai asesoris lainnya.
Sepeninggal Daeng Sutigna kreasi
kesenian angklung diteruskan oleh Mang Ujo dan Erwin Anwar. Bahkan Mang Ujo
telah membuat pusat pembuatan dan pengembangan kreasi kesenian angklung yang
disebut ‘Saung angklung Mang Ujo” yang berlokasi di Padasuka Cicaheum Bandung.
Salah satu program yang ia lakukan khususnya untuk mempertahankan kesenian
angklung adalah memperkenalkan angklung kepada para siswa sekolah, mulai TK,
sampai dengan tingkat SLTA dan bahkan telah menjadi salah satu kurikulum pada
pada mata pelajaran lokal.
Dari latar belakang di atas, penulis
berusaha mencari informasi lebih lanjut dengan cara mewawancarai pembuat
angklung di daerah Banjar Patroman Jawa Barat.
B. Rumusan
Masalah Wawancara
Bagaimana
Sejarah Angklung ?
Bagaimana
cara Membuat Angklung ?
Sejak
Kapan Merilis Usaha membuat Angklung ?
Berapa
Penghasilan rata – rata yang dapat diperoleh dari usaha Angklung
Dipasarkan
kemana saja Angklung Tersebut ?
Apa
manfaat dari Angklung ?
C. Tujuan
Wawancara
Dari hasil wawancara yang diperoleh, penulis
memperoleh hasil sebagai berikut :
Mengetahui
Sejarah Angklung di Indonesia
Mengetahui
Cara Membuat Angklung
Mengetahui
Berdirinya Usaha pembuatan Angklung Narasumber
Mengetahui
Penghasilan yang diperoleh setiap Bulannya
Mengetahui
Pemasaran Angklung Narasumber
Mengetahui
beberapa Manfaat Angklung
D. Metode
Penulisan
Dalam pembuatan Makalah Wawancara Angklung
ini diperoleh dengan cara :
Metode
Wawancara
Mengumpulkan
data dari Internet
BAB
I
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Angklung
Angklung
adalah mitologi dari Bahasa Bali, yaitu Ang yang berarti angka
(berupa not) dan klung yang berarti rusak. Jadi, jika digabungkan
angklung berarti angka yang rusak. Dalam sejarah perkembangan musik Angklung,
bentuknya yang sekarang merupakan adaptasi bentuk alat musik
dari Filipina. Perkembangan musik angklung pada mulanya yaitu berasal dari
bambu wulung (wulung awi) yang dimainkan dengan cara dipukul-pukul. Permainan
bambu tersebut bermula untuk menghormati binatang totem dan untuk menghormati
dan menghargai pemberian hasil panen padi yang banyak dan baik dari Dewi
Sri yang dipercaya sebagai dewi yang memberikan kesejahteraan.
Sejak kapan angklung muncul dan berkembang, merupakan pertanyaan yang
saya tidak dapat menjawabnya dengan pasti. Menurut perkiraan Dr. Groneman,
sebelum berkembangnya pengaruh Hindu di Indonesia Angklung sudah merupakan alat
musik yang digemari penduduk (Dr. J. Groneman. “De Gamelan to Jogjakarta,
Letterkundige Vehadelingen der Koninkl, Akademi, jilid XIX, hal. 4).
Sebagai alat musik pra Hindu, Angklung tidak digambarkan pada candi
Borobudur dan Prambanan, sebagaimana halnya alat musik bambu lainnya yang
sudah berkembang sebelum zaman zaman Hindu di Indonesia, misalnya alat
musik bambu berdawai.
Dalam literature kuno pun saya tidak atau belum menemukannya, Kekawin
Arjunawiwaha yang diperkirakan ditulis sekitar tahun 1040 hanya
menyebut-nyebut Sundari (semacam erofon yang di Jawa Barat dikenal
dengan sebutan Sondari, di Bali Sundaren). Calung yang dewasa ini terdapat di
Jawa Barat dan Jawa Tengah, disebut-sebut dalam Inskripsi Buwahan yang
diperkirakan dibuat sekitar tahun 1181.
Guntang alat
musik bambu berdawai yang penyebarannya meliputi Asia Tenggara sampai
Madagaskar, dan sampai sekarang di Bali tetap disebut Guntang, terdapat
dalam Kekawin Kidung Sunda yang diperkirakan ditulis tidak lama setelah tahun
1357. Alat yang di Priangan disebut Pancurendang, di Jawa Tengah
disebut Bluntak, dan di Bali disebut Taluktak, disebut-sebut dalam
kekawin Bharata Yuda.Tongtong atau kentongan bambu disebut-sebut
dalam Sudhamala dengan Kulkul, dalam Samarandana disebut Titiran, dan
dalam Bharata Yudha disebut Kukulan. Baru dalam tulisa-tulisan kemudian
seperti dalam serat Cebolang, Angklung disebut-sebut, yaitu waktu melukiskan
saat Mas Cebolang mempertunjuknan keahliannya menyanyi dan bermain musik
didepan Bepati Dhaha Kediri
Dalam perkembangannya musik angklung perlahan mulai berubah dan
beradaptasi dengan perkembangan jamannya. Mulai dari jaman dimana manusia
memanfaatkan bambu sebagai alat utama mereka untuk bertahan hidup, masuknya
budaya China, penyiaran agama Islam, masuknya budaya barat ke Indonesia, sampai
pada jaman modern ini.
Pada masa modern ini, perkembangan musik angklung mulai berubah. Itu
berawal dari Daeng Sutisna yang berhasil mengubah tangga
nada petatonis menjadi diatonis
(do,re,mi,fa,sol,la,si,do) pada tahun 1983. Dan perkembangan itu pun
terjadi, misalnya pada KTT Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat. Musik Angklung
modern dimainkan untuk acara resmi dalam Indonesia Ultimate Diversity tersebut,
yaitu dalam lagu Indonesia Raya dan beberapa lagu daerah yang terkenal
seperti Rasa Sayange, Ayo Mama, Burung Kakak Tua dan Potong Bebek Angsa .
B. Cara
Membuat Angklung
Membuat angklung tidaklah
begitu rumit. Hanya saja, bagi siapa pun nan mengawali sesuatu keahlian
pastilah terasa sulit. Cara pembuatan angklung dimulai dengan mutilasi bambu
hitam dengan jeda dua jengkal lengan orang dewasa dari permukaan tanah.
Setelah dipotong, taruh
bambu dengan posisi berdiri. Jangan meletakkan bambu dengan posisi tergelatak
di tanah sebab kelembapan tanah akan mempengaruhi bambu tersebut, baik kualitas
maupun kelembapan bambu tersebut. Peletakan bambu dengan cara berdiri akan
membuat daun-daun bambu berguguran dengan sendirinya dan badan bambu pun
lama-kelamaan akan mengering secara alami. Atau jika kita tak dapat menaruh
bambu tersebut dengan posisi berdiri, kita dapat mengambil alternatif lain
yaitu dengan mengeringkan bambu di tempatnya. Caranya ialah dengan menebang
bambu tersebut dan membiarkan bambu tersebut tersangkut di antara rumpun bambu
nan lain. Setelah bambu tersebut kering, baru bambu tersebut kita ambil.
Setelah bambu mengering,
asapi bambu dengan api. Namun hindari kontak langsung antara bambu dan api.
Salah-salah, bambunya malah terbakar. Pengasapan ini dimaksudkan agar bambu
benar-benar menjadi kering. Kekeringan badan bambu akan menghasilkan bunyi
nyaring.
Setelah itu, bambu siap
dipotong-potong sinkron dengan nada nan ingin dihasilkan. Semakin kecil
potongannya, maka akan semakin nyaring suara nan dihasilkan oleh bambu. Juga
sebaliknya, semakin panjang potongannya, maka suara nan dihasilkan bambu akan
semakin rendah. Untuk menyamakan nada nan dihasilkan angklung dengan tangga
nada ini, dapat dilakukan dengan cara menyamakan suara angklung nan ingin kita
untuk dengan suara angklung nan sudah jadi.
Setelah dipotong-potong
sinkron dengan nada nan ingin dihasilkan, susunlah potongan-pootngan bambu
tersebut dengan simetris. Setelah itu, angklung telah siap digunakan. Dalam
satu angklung, terdapat dua hingga tiga nada sekaligus. Itu sebabnya angklung
dimainkan dengan cara digoyangkan akan menghasilkan nada nan harmonis. Terlebih
lagi jika puluhan angklung dibunyikan akan menghasilkan sebuah orkestra
angklung nan begitu syahdu dan merdu.
Cara pembuatan angklung
sebenarnya sederhana dan mudah. Namun tak semudah seperti nan telah dijelaskan.
Semuanya memerlukan ketelitian dan kehati-hatian. Seluruh mekanisme mesti
dilakukan dengan sahih buat memperoleh alat musik tradisional nan disebut
angklung.
C. Awal
Berdirinya Usaha Pembuatan Angklung Narasumber
Dari hasil wawancara, diperoleh data sejak kapan berdirinya Usaha
Pembuatan Angklung Narasumber. Dari data yang didapat Usaha tersebut telah
berdiri sejak Tahun 1970-an lalu, usaha yang tengah berdiri saat ini mula-mula
digeluti oleh sang Suami (Alm) dan diteruskan oleh Istrinya (Yang kini pemilik
Usaha Angklung) tersebut. Usaha tersebut hampir bangkrut lantaran kekurangan
modal semenjak kepergian sang suami sejak saat itu, namun dengan tekat yang
kuat usaha tersebut berdiri kokoh hingga kini dan mendapat suntikan modal dari
Walikota Banjar ''sautnya sang pemilik usaha kepada kami''.
D. Penghasilan
yang diperoleh
Banyaknya penggemar angklung di Jawa Barat membuat Usaha yang dirintis
sejak Tahun 70an ini kebanjiran order, khususnya dari daerah Jawa Barat.
Narasumber dapat menjual hampir 10 sampai 15 set perharinya.
E. Pemasaran
Angklung
Dari
hasil yang diperoleh dari Wawancara langsung kepada Pembuat Angklung maka
penulis memperoleh data yang menerangkan cara pemasaran angklung dari
Narasumber, berikut ini pemasaran / menyuplai Produk Angklung ke Kota – kota
sebagai berikut :
1. Solo
2. Yogyakarta
3. Bali
4. Riau
F. Manfaat
Angklung
1. Fungsi Angklung
Melalui
musik, seseorang dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gejolak jiwa,
perasaan, atau kegalauan yang terpendam dalam hatinya. Melalui syair lagu yang
digubahnya, seniman musik dapat mengkritik atau memprotes kondisi yang ada di
lingkungannya, serta dapat pula mengungkapkan rasa cinta dan kekagumannya
terhadap sesama manusia, alam, dan Sang Pencipta. Jadi, seni apa pun, termasuk
seni musik dapat dipakai sebagai media ekspresi yang dapat memberikan kepuasan
batin bagi penciptanya.
1. Peranan Angklung
a.
Sarana
upacara budaya (ritual)
Musik
di Indonesia, biasanya berkaitan erat dengan upacara- upacara kematian,
perkawinan, kelahiran, serta upacara keagamaan dan kenegaraan. Bunyi-bunyian
dan nada-nada yang dihasilkan sangat memungkinkan untuk mendukung upacara
budaya ( Ritual). Di beberapa daerah, bunyi yang dihasilkan oleh instrumen atau
alat tertentu diyakini memiliki kekuatan magis. Oleh karena itu, instrumen
seperti itu dipakai sebagai sarana kegiatan adat masyarakat. Dari penjelasan di
atas maka dapat dikatakan bahwa musik tradisional dapat berfungsi sebagai
sarana dalam suatu upacara budaya (Ritual).
b.
Sarana
Hiburan
Dalam
hal ini, musik merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kejenuhan akibat
rutinitas harian, serta sebagai sarana rekreasi dan ajang pertemuan dengan
warga lainnya. Umumnya masyarakat Indonesia sangat antusias dalam menonton
pagelaran musik. Jika ada perunjukan musik di daerah mereka, mereka akan
berbondong- bondong mendatangi tempat pertunjukan untuk menonton.
Pada
jaman dahulu, pada masa kerajaan memerintah di daerah-daerah di Indonesia,
setiap ada tamu kerajaan yang datang maka akan disambut oleh iringan-iringan musik
tradisional sebagai upacara penyambutan dan sebagai sarana penghibur bagi para
tamu kerajaan untuk melepas lelah.
c.
Sarana
Ekspresi Diri
Bagi
para seniman musik (baik pencipta lagu maupun pemain musik), musik adalah media
untuk mengekspresikan diri mereka. Melalui musik, mereka mengaktualisasikan
potensi dirinya. Melalui musik pula, mereka mengungkapkan perasaan, pikiran,
gagasan, dan cita- cita tentang diri, masyarakat, Tuhan, dan dunia.
d.
Sarana
Komunikasi
Di
beberapa tempat di Indonesia, bunyi- bunyi tertentu yang memiliki arti tertentu
bagi anggota kelompok masyarakatnya. Umumnya, bunyi- bunyian itu memiliki pola
ritme tertentu, dan menjadi tanda bagi anggota masyarakatnya atas suatu
peristiwa atau kegiatan. Alat yang umum digunakan dalam masyarakat Indonesia
adalah kentongan, bedug di masjid, dan lonceng di gereja.
Pada
jaman dahulu, musik digunakan sebagai sarana komunikasi antara jenderal dan
prajuritnya dalam peperangan, hal ini terlihat dari genderang yang mereka bawa
pada saat peperangan. Bunyi dan ritme genderang disini bermacam-macam sesuai
dengan perintah yang diberikan sang jenderal kepada penabuh genderang, ada
ritme untuk menyerang, ada ritme untuk bertahan, dan ada pula ritme untuk
mundur. Dari penjelasan di atas jelas sekali bahwa musik dapat berfungsi
sebagai sarana komunikasi.
e.
Pengiring
Tarian
Musik
dan tarian masing-masing mempunyai pola dan ritme yang saling berhubungan,
suatu tarian tanpa diiringi irama musik maka akan terasa hampa (kosong) dan
menyulitkan bagi sang penari karena mereka tidak mempunyai gambaran ritme dan
tempo yang akan mereka gunakan untuk menuntun mereka dalam menari.
Di berbagai daerah di Indonesia, bunyi- bunyian atau musik diciptakan oleh masyarakat untuk mengiringi tarian- tarian daerah. Oleh sebab itu, kebanyakan tarian daerah di Indonesia hanya bisa diiringi oleh musik daerahnya sendiri. Selain musik daerah, musik- musik pop dan dangdut juga dipakai untuk mengiringi tarian- tarian modern, seperti dansa, poco- poco, dan sebagainya.
Di berbagai daerah di Indonesia, bunyi- bunyian atau musik diciptakan oleh masyarakat untuk mengiringi tarian- tarian daerah. Oleh sebab itu, kebanyakan tarian daerah di Indonesia hanya bisa diiringi oleh musik daerahnya sendiri. Selain musik daerah, musik- musik pop dan dangdut juga dipakai untuk mengiringi tarian- tarian modern, seperti dansa, poco- poco, dan sebagainya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
beberapa hasil wawancara di atas maka dapat di tarik kesimpulan diantaranya:
1.
Angklung
adalah mitologi dari Bahasa Bali, yaitu Ang yang berarti angka
(berupa not) dan klung yang berarti rusak. Jadi, jika digabungkan
angklung berarti angka yang rusak. Dalam sejarah perkembangan musik Angklung,
bentuknya yang sekarang merupakan adaptasi bentuk alat musik
dari Filipina. Perkembangan musik angklung pada mulanya yaitu berasal dari
bambu wulung (wulung awi) yang dimainkan dengan cara dipukul-pukul
2.
Membuat angklung dimulai dengan cara
·
memotong bambu hitam dengan jeda dua jengkal
lengan orang dewasa dari permukaan tanah.
·
Taruh bambu dengan posisi berdiri.
·
Setelah bambu mengering, asapi bambu dengan
api.
·
Setelah itu, bambu siap dipotong-potong
sinkron dengan nada nan ingin dihasilkan
3.
Usaha
Angklung Tersebut berdiri sejak Tahun 1970an dengan dibantu Alm Suaminya.
4.
Narasumber
dapat menjual hampir 10 sampai 15 set perharinya.
5.
Angklung
tersebut dijual ke kota Solo, Yogyakarta, Riau dan kota-kota Besar lainnya di
Indonesia
6.
Angklung
Bermanfaat Sebagai :
·
Sarana upacara budaya (ritual)
·
Sarana Hiburan
·
Sarana Ekspresi Diri
·
Sarana Komunikasi
·
Pengiring Tarian
·
Memajukan Budaya Jawa Barat
B. Saran
Dari hasil penulisan di atas penulis berharap agar Alat Kesenian Khas
Jawa Barat ini agar tetap selalu dilestarikan, sebelum alat musik tradisional
Anklung ini tidak di akui oleh Negara lain.